Thursday, January 19, 2012

Sejarah : Hutang Luar Negeri

a. Pengertian Hutang Luar Negeri
Hutang luar negeri atau pinjaman luar negeri adalah sebagian utang suatu Negara yang diperoleh dari para kreditor di luar Negara tersebut.Penerima utang luar negeri dapat berupa pemerintah, perusahaan ataupun perorangan. Bentuk dari utang luar negeri dapat berupa uang yang diperoleh dari bank swasta, pemerintah Negara lain, atau lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia.
Bantuan dari Negara-negara maju kepada Negara-negara berkembang tercermin pada istilah pemindahan sumber-sumber (flow of resources) yang terdiri dari :
1. Pemindahan sumber-sumber resmi , antara lain berupa :
a. Pemindahan secara bilateral, yaitu modal pemerintah dalam jangka panjang
b. Pemindahan secara multilateral, yaitu pemberian hutang dari organisai internasional termasuk pembelian obligasi.
2. Pemindahan sumber sumber swasta, seperti investasi langsung swasta dan kredit ekspor.

b. Latar Belakang Timbulnya Hutang Luar Negeri
1. Motivasi Negara Pemberi Bantuan
Negara-negara donor memberikan bantuannya pertama-tama karena hal tersebut memang utuk kepentingan politik, strategis dan/atau ekonomi mereka. Secara garis besar terdapat dua motivasi yaitu:
a. Motivasi Politik
Motivasi politik merupakan motivasi yang paling penting bagi Negara-negara pemberi hutang.Kebanyakan pemberian hutang bagi Negara-negara berkembang lebih diarahkan untuk mempertahankan rezim-rezim pemerintahan yang kadang goyah, daripada untuk mendorong kemajuan ekonomi dan social dalam jangka panjang.
Sebagaimana TAP MPR No. IV/MPR/1978 tentang GBHN, bagian D, arah dan kebijaksanaan pembangunan sebagai berikut :
“Dalam rangka memperlancar pelaksanaan pembangunan, maka pinjaman dari luar negeri hanya dapat diterima sepanjang tidak dikaitkan dengan ikatan-ikatan politik, sedangkan syarat-syarat pinjaman tidak memberatkan dan dalam batas-batas kemampuan untuk pembayaran kembali sedangkan penggunaan pinjaman tersebut haruslah untuk proyek-proyek bermanfaat.”

b. Motivasi Ekonomi
Dalam konteks Negara maju, program bantuan luar negeri memiliki rasional ekonomis yang kuat.Dalam kenyataannya, walaupun ada motivasi politik namun landasan bersifat ekonomi merupakan “Lip-service” untuk memberikan bantuan.
Argumentasi ekonomi yang mengatasnamakan hutang sebagai obat yang sifatnya penting untuk pembangunan Negara-negara berkembang harus tidak menutupi kenyataan bahwa keuntungan akan mengalir pada Negara-negara pemberi bantuan. Negara-negara penerima bantuan akan kesulitan mengembalikan hutang-hutangnya yang besar. Di samping itu, juga akan menaikkan ongkos impor, seringkali sebesar 20-40% .Biaya impor ekstra meningkat karena adanya pinjaman yang dikaitkan dengan ekspor.

2. Motivasi Negara Penenerima Bantuan
Mengapa Negara berkembang berkeinginan untuk menerima pinjaman, bahkan dalam bentuk kurang lunak sekalipun. Ada setidaknya tiga alasan, mengapa Negara berkembang mencari bantuan luar negeri yaitu:
a. Alasan ekonomis yang bersifat praktis. Karena Negara berkembang cenderung mempercayai pendapat ahli ekonomi Negara maju. Yaitu bahwa bantuan luar negeri merupakan obat pendorong dan stimulant bagi proses pembangunan, serta mampu memicu pertumbuhan ekonomi yang mandiri.
b. Alasan kedua menyangkut masalah politik. Di beberapa Negara, pinjaman luar negeri dianggap memberikan kekuatan politik yang lebih besar kepada pemimpin yang sedang berkuasa untuk menekan oposisi dan mempertahankan kekuasaannya. Dalam hal ini, bantuan tidak hanya meliputi transfer sumber keuangan, akan tetapi juga dalam bentuk bantuan militer dan pertahanan dalam negeri.
c. Motivasi yang dilandasi oleh moral, yaitu berlatar belakang pada rasa tanggung jawab kemanusiaan Negara maju terhadap Negara berkembang. Dan bantuan luar negeri dianggap sebagai kewajiban social bagi Negara-negara maju untuk pembangunan Negara-negara berkembang.

c. Hutang Indonesia dari orde lama – Reformasi

a. Utang Era Soekarno (1945–1966)
Presiden Soekarno adalah sosok pemimpin yang sebenarnya anti utang. Salah satu bapak pendiri bangsa ini pernah memberikan satu pernyataan terkenal yaitu “Go To Hell with Your Aid” yang menyikapi campur tangan IMF pada peristiwa konfrontasi Indonesia dengan Malaysia pada 1956. Dari pernyataan tersebut, Soekarno dapat dikategorikan sebagai pemimpin yang tegas dan berani mengambil sikap untuk menolak intervensi asing.
Namun, pada akhir pemerintahan Soekarno, negara ini ternyata dibebani oleh utang. Seperti dikutip dari harian Republika (17/4/2006), jumlah utang Indonesia pada masa pemerintahan Soekarno sebesar US$6,3 miliar, terdiri dari US$4 miliar adalah warisan utang Hindia Belanda dan US$2,3 miliar adalah utang baru. Utang warisan Hindia Belanda disepakati dibayar dengan tenor 35 tahun sejak 1968 yang jatuh tempo pada 2003 lalu, sementara utang baru pemerintahan Soekarno memiliki tenor 30 tahun sejak 1970 yang jatuh tempo pada 1999.
b. Utang Era Soeharto (1966–1998)
Pada masa Orde Baru, utang didefinisikan menjadi penerimaan negara.Berarti pemerintah saat itu membiayai program-program pemerintah melalui instrumen pendapatan yang salah satunya adalah utang.Jika dilihat dari struktur anggaran pemerintah, maka utang dimasukkan ke dalam porsi penerimaan selain pajak.
Selama 32 tahun berkuasa, ciri kuat pemerintahan Orde Baru adalah sangat sentralistik dan sering disindir berasaskan “Asal Bapak Senang” (ABS) sehingga kerap membuat masalah utang negara menjadi hal yang “tabu” untuk dibicarakan. Akibatnya, pengelolaan utang negara pun menjadi sangat tidak transparan. Orde Baru “diklaim” berutang sebesar Rp1.500 triliun yang jika dirata-ratakan selama 32 tahun pemerintahannya maka utang negara bertambah sekitar Rp46,88 triliun tiap tahun.
Sampai 1998, dari total utang luar negeri sebesar US$171,8 miliar, hanya sekitar 73% yang dapat disalurkan ke dalam bentuk proyek dan program, sedangkan sisanya (27%) menjadi pinjaman yang idle dan tidak efektif. Alhasil, di masa Orde Baru, utang negara tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal.Hal ini disebabkan sistem pemerintahan yang sentralistik yang mengakibatkan pemerintah sulit untuk melakukan pemerataan pembangunan berdasarkan kebutuhan daerah, bukan berdasarkan keinginan pusat.
Pada masa Orde Baru, kredit Indonesia mendapat rating BBB dari Standard & Poor’s (S&P), lembaga penilai keuangan internasional. Rating BBB, yang hanya satu tingkat di bawah BBB+, membuat iklim investasi dan utang Indonesia pada masa Orde Baru dinilai favorable bagi para investor, baik domestik maupun asing.Komposisi utang Orde Baru terdiri atas utang jangka panjang dengan tenor 10–30 tahun. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan pernyataan bahwa utang Orde Baru jatuh tempo pada 2009 dengan struktur utang yang jatuh tempo sepanjang tahun 2009 adalah sebesar Rp94 triliun, terdiri dari Rp30 triliun berupa utang domestik dan Rp64 triliun berupa utang luar negeri.

c. Utang Era Habibie (1998–1999)
Masa pemerintahan B. J. Habibie merupakan pemerintahan transisi dari Orde Baru menuju era Reformasi.Habibie hanya memerintah kurang lebih setahun, 1998–1999.Pada 1998 terjadi krisis moneter yang menghempaskan perekonomian Indonesia dan pada saat yang bersamaan juga terjadi reformasi politik.Kedua hal ini mengakibatkan rating kredit Indonesia oleh S&P terjun bebas dari BBB hingga terpuruk ke tingkat CCC.Artinya, iklim bisnis yang ada tidak kondusif dan cenderung berbahaya bagi investasi.
Pada masa pemerintahan Habibie, utang luar negeri Indonesia sebesar US$178,4 miliar dengan yang terserap ke dalam pembangunan sebesar 70%, dan sisanya idle. Terjadinya penurunan penyerapan utang, yaitu dari 73% pada 1998 menjadi 70% pada 1999, disebabkan pada 1999 berlangsung pemilihan umum yang menjadi tonggak peralihan dari Orde Baru menuju era Reformasi. Banyak keraguan baik di kalangan investor domestik maupun investor asing terhadap kestabilan perekonomian, sementara pemerintah sendiri saat itu tampak lebih “disibukkan” dengan pesta demokrasi lima tahunan tersebut.

d. Pengaruh Kebijakan era Orde Baru terhadap jumlah hutang Indonesia

Akibat berkurangnya pendapatan dari Migas, pemerintah melakukan penjadualan kembali proyek – proyek pembangunan yang ada, terutama yang menggunakan valuta asing.Mengusahakan peningkatan ekspor komoditi non migas dan terakhir meminta peningkatan pinjaman luar negeri kepada negara – negara maju.Tahun 1983, Indonesia negara ketujuh terbesar dalam jumlah hutang dan tahun 1987 naik ke peringkat keempat.Ironisnya, di tahun 1986/87, sebanyak 81% hutang yang diperoleh untuk membayar hutang lama ditambah bunganya.
Akhir 1970-an, proses pembangunan di Indonesia mengalami “non market failure” sehingga banyak kerepotan dalam proses pembangunan, misalnya merebaknya kemiskinan dan meluasnya kesenjangan pendapatan, terutama disebabkan oleh “market failure”.
Mendekati pertengahan 1980-an, terjadi kegagalan pemerintah (lembaga non pasar) dalam menyesuaikan mekanisme kinerjanya terhadap dinamika pasar. Ekonomi Indonesia menghadapi tantangan berat akibat kemerosotan penerimaan devisa dari ekspor minyak bumi pada awal 1980-an. Kebijakan pembangunan Indonesia yang diambil dikenal dengan sebutan “structural adjustment” dimana ada 4 jenis kebijakan penyesuaian sebagai berikut :
a. Program stabilisasi jangka pendek atau kebijakan manajemen permintaan dalam bentuk kebijakan fiskal, moneter dan nilai tukar mata uang dengan tujuan menurunkan tingkat permintaan agregat. Dalam hal ini pemerintah melakukan berbagai kebijakan mengurangi defisit APBN dengan memotong atau menghapus berbagai subsidi, menaikkan suku bunga uang (kebijakan uang ketat) demi mengendalikan inflasi, mempertahankan nilai tukar yang realistik (terutama melalui devaluasi September 1986).
b. Kebijakan struktural demi peningkatan output melalui peningkatan efisiensi dan alokasi sumber daya dengan cara mengurangi distorsi akibat pengendalian harga, pajak, subsidi dan berbagai hambatan perdagangan, tarif maupun non tarif. Kebijakan “Paknov 1988” yang menghapus monopoli impor untuk beberapa produk baja dan bahan baku penting lain, telah mendorong mekanisme pasar berfungsi efektif pada saat itu.
c. Kebijakan peningkatan kapasitas produktif ekonomi melalui penggalakan tabungan dan investasi. Perbaikan tabungan pemerintah melalui reformasi fiskal, meningkatkan tabungan masyarakat melalui reformasi sektor finansial dan menggalakkan investasi dengan cara memberi insentif dan melonggarkan pembatasan.
d. Kebijakan menciptakan lingkungan legal yang bisa mendorong agar mekanisme pasar beroperasi efektif termasuk jaminan hak milik dan berbagai tindakan pendukungnya seperti reformasi hukum dan peraturan, aturan main yang menjamin kompetisi bebas dan berbagai program yang memungkinkan lingkungan seperti itu.
Dampak dari kebijakan tersebut cukup meyakinkan terhadap ekonomi makro, seperti investasi asing terus meningkat, sumber pendapatan bertambah dari perbaikan sistem pajak, produktivitas industri yang mendukung ekspor non-migas juga meningkat. Namun hutang Indonesia membengkak menjadi US$ 70,9 milyar Hutang inilah sebagai salah satu faktor penyebab Pemerintahan Orde Baru runtuh. Pemerintahan Orde Baru membangun ekonomi hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pengendalian inflasi tanpa memperhatikan pondasi ekonomi

d. Negara-negara pemberi pinjaman kepada Indonesia
Utang luar negeri Indonesia lebih didominasi oleh utang swasta. Berdasarkan data di Bank Indonesia, posisi utang luar negeri pada Maret 2006 tercatat US$ 134 miliar, pada Juni 2006 tercatat US$ 129 miliar dan Desember 2006 tercatat US$ 125,25 miliar. Sedangkan untuk utang swasta tercatat meningkat dari US$ 50,05 miliar padaSeptember 2006 menjadi US$ 51,13 miliar pada Desember 2006.
Negara-negara donor bagi Indonesia adalah:
1. Jepang merupakan kreditur terbesar dengan USD 15,58 miliar.
2. Bank Pembangunan Asia (ADB) sebesar USS 9,106 miliar
3. Bank Dunia (World Bank) sebesar USD 8,103 miliar.
4. Jerman dengan USD 3,809 miliar, Amerika Serikat USD 3,545 miliar
5. Pihak lain, baik Bilateral maupun multilateral sebesar USD 16,388 miliar.

e. Pembayaran Hutang
Utang luar negeri pemerintah memakan porsi anggaran negara (APBN) yang terbesar dalam satu dekade terakhir. Jumlah pembayaran pokok dan bunga utang hampir dua kali lipat anggaran pembangunan, dan memakan lebih dari separuh penerimaan pajak. Pembayaran cicilan utang sudah mengambil porsi 52% dari total penerimaan pajak yang dibayarkan rakyat sebesar Rp 219,4 triliun. Jumlah utang negara Indonesia kepada sejumlah negara asing (negara donor)di luar negeri pada posisi finansial 2006, mengalami penurunan sejak 2004 lalu sehingga utang luar negeri Indonesia kini 'tinggal' USD 125.258 juta atau sekitar Rp1250 triliun lebih.
Pada tahun 2006, pemerintah Indonesia melakukan pelunasan utang kepada IMF. Pelunasan sebesar 3,181,742,918 dolar AS merupakan sisa pinjaman yang seharusnya jatuh tempo pada akhir 2010. Ada tiga alasan yang dikemukakan atas pembayaran utang tersebut, adalah meningkatnya suku bunga pinjaman IMF sejak kuartal ketiga 2005 dari 4,3 persen menjadi 4,58 persen; kemampuan Bank Indonesia (BI) membayar cicilan utang kepada IMF; dan masalah cadangan devisa dan kemampuan kita (Indonesia) untuk menciptakan ketahanan.
Pinjaman sendiri dapat dibagi menjadi pinjaman lunak yaitu pinjaman yang memiliki syarat sangat ringan dimana jangka waktu pengembaliannya antara 20 sampai dengan 30 tahun dan tingkat bunga antara 0 sampai dengan 4,5 persen per tahun. Dan pinjaman ekspor sebagaimana dijelaskan sebelumnya yaitu kredit yang diberikan Negara pengekspor dengan persetujuan untuk meningkatkan ekspor Negara tersebut.


Bagaimana dampak hutang Indonesia di masa mendatang?

Sebuah masa yang sangat lama dan panjang, yang mengakibatkan berbagai persoalan tidak terselesaikan. Persoalan yang dialami itu di antaranya terkait dengan kemiskinan, pengangguran, dan kebodohan, yang terus melanda. Di sekitar kita bisa dengan nyata dilihat banyaknya masyarakat miskin yang kehilangan berbagai akses untuk bisa meningkatkan kehidupan mereka.Dalam kaitan ini, sangat penting melihat berbagai situasi yang menempatkan Indonesia di bawah jeratan utang dari negara-negara maju. Hal tersebut berdampak pada tingkat kesejahteraan masyarakat masih di bawah bayang-bayang keharusan Indonesia untuk segera melunasi utang, yang dijadwalkan antara lain oleh Bank Dunia dan IMF. Bahkan skema pembayaran utang Indonesia sebesar Rp 120 triliun per tahun, yang terus meningkat sampai masa pelunasan BLBI sekitar tahun 2033, akhirnya sangat sulit untuk meloloskan diri dari jerat utang, yang semakin mencekik masyarakat karena harus dibayar di antaranya dengan penerapan pajak progresif, kenaikan pajak-pajak, dan di sisi lainnya berdampak terhadap kenaikan harga-harga. (***)


Dengan semakin banyak hutang luar negeri Indonesia, maka Indonesia saat ini berada dalam kondisi yang buruk karena beban hutangnya, sehingga tidak mungkin untuk melakukan penyangkalan atas hutang tersebut. Hal yang sangat mungkin dilakukan adalah penjadualan hutang, namun ini akan terus dilakukan dalam jangka waktu yang sangat panjang dan tidak mungkin akan lunas karena pinjaman luar negeri akan selalu dilakukan.

1 comment:

  1. Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman mengarahkan saya kepada pemberi pinjaman asli, setelah itu saya telah scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzaninvestment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah Indonesia (IDR600.000.000) dalam waktu kurang dari 72 jam tanpa tekanan dan hanya 2% tingkat suku bunga.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga dapat menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    ReplyDelete